Asal Muasal Saya Memutuskan Menjadi Sekretaris



Sebenarnya menjadi seorang Sekretaris bukan pilihan saya, tapi karena pada saat lulus SMK akademi sekretaris adalah salah satu alternative kuliah dengan biaya murah tetapi dengan jaminan mudah mencari pekerjaan.  Lulusan sekretaris tidak hanya menjadi sekretaris, bisa menjadi tenaga Administrasi, Resepsionis, Operator Telpon atau Asisten Pribadi.  Pendeknya tergantung pada minat dan ketertarikan kita.  Kebetulan juga ibu saya tidak mempunyai cukup uang untuk membiayai kuliah saya menjadi sarjana, mau tidak mau saya pun kuliah di akademi sekretaris di Jakarta dan kebetulan akademi tersebut cukup dikenal oleh banyak perusahaan. 

Awal kuliah, cukup dikagetkan oleh sederet peraturan yang menurut saya tidak penting, tetapi mau tidak mau harus diikuti jika tidak mau kena SP.  Fiuh……..cukup bertentangan dengan hati nurani dan kepribadian saya yang cenderung cuek, tidak patuh peraturan dan easy going.  

Harus memiliki sepatu pantovel

Bukan sembarang sepatu pantovel, tetapi dengan hak minimal tiga cm dan bukan jenis wedges.  Kaki harus tertutup rapat dari jari hingga tumit.  Dengan tingkat pede yang tinggi,, saya membeli sepatu dengan jenis wedges dan itu sukses dipakai hingga tingkat dua tanpa diketahui oleh para senat yang usil atau dosen kesekretarisan yang memang hobi menilai penampilan mahasiswinya dari ujung kaki hingga ujung kepala

Make up maksimal……

Ini dia yang paling membuat saya gerah.  Selain tidak suka mewarnai wajah dengan segala macam pensil alis, lipstick ataupun blush on, saya dipaksa untuk melakukannya.  Jadilah saya membeli kosmetik dari catalog yang cukup terkenal saat itu.   Karena pada dasarnya saya memang cuek dan ogah patuh pada peraturan, maka saya berdandan jika sudah ada kisikan bahwa akan ada pemeriksaan dari kelas ke kelas, dan itu cukup sukses  mengingat saya bukan mahasiswi kinclong ataupun orang yang suka mondar mandir melewati kantor dosen atau basecamp senat.

Pakaian Sekretaris

Untuk yang satu ini saya cukup fleksibel, saat dikampus saya mengenakan kemeja dan rok.  Pada saat jam kuliah selesai, buru buru menuju loker untuk berganti kaos, celana jeans dan sandal flat favorit saya.  Rasanya nyaman setelah seharian menyulap diri menjadi wanita sejati.  Oh…iya….kemeja harus standard, harus berkerah dan tidak boleh berlengan kelewat pendek.  Untuk yang satu ini masih banyak mahasiswi yang bandel, yang penting berbahan kemeja, tidak peduli berkerah atau tidak, lengan terlalu pendek atau tidak, mereka berani memakainya di kampus.

Hari Kesekretarisan

Hari kesekretarisan jatuh pada tanggal 17 setiap bulannya.  Pada hari tersebut mahasiswi harus berpenampilan bak Sekretaris professional dengan blazer, make up maksimal, dan segala aksesoris pendukung seperti tas tangan, scarf atau apapun yang dapat membuat penampilan layaknya professional.  Senat dan dosen akan masuk dari kelas ke kelas dan memberikan penilaian siapa yang terbaik setiap bulannya dan akan di foto kemudian ditempel di mading.  Wah….. betapa meriahnya setiap tanggal tersebut, semua sibuk menyulap diri menjadi yang terbaik.   Saya tidak terlalu tertarik untuk ambil bagian.  Koleksi pakaian kesekretarisan yang saya miliki hanya satu yaitu blazer hitam, u can see putih dan rok putih kotak kotak hitam yang saya kenakan sejak tingkat satu hingga tingkat tiga.  Tidak pernah merasa repot harus mencari scarf, tas tangan, pita rambut ataupun kosmetik bewarna senada.  Semua serba apa adanya dan serba minimalis.

No jepit bebek

Untuk urusan rambut pun sudah ada aturan baku yang tertulis.  Tidak boleh memakai jepit bebek…..tau ga apa itu jepit bebek??   Itu loh jepit yang selalu digunakan oleh perempuan pada saat hendak mandi.  Kebetulan saya salah satu pencinta jepit yang dikatakan seperti bebek itu. Saya memiliki beberapa warna yang menarik.  Untuk menghindari teguran, saya cukup membeli karet rambut di dalam patas yang harga satu plastiknya seribu rupiah, lumayan untuk dipakai sebulan. 

Telat tidak boleh lebih dari Lima belas menit

Jujur saja, saya bukan pribadi yang disiplin dengan waktu, jika memang telat diijinkan, saya akan memilih telat.  Salah satu hal pemicunya adalah rumah saya yang terletak di Pondok Gede, kawasan yang tidak mengenal konsep jalanan raya yang lancar kecuali di sabtu pagi dan hari minggu.   Yakin deh, kalau jalan raya Jatiwaringin Pondok Gede bisa berteriak, pasti dia akan teriak dengan kemacetan yang selalu luar biasa.   Ditambah lagi jarak dari halte depan menuju kampus harus dilalui dengan bajaj atau ojek.  Sebenarnya bisa saja dilakukan dengan jalan kaki, tapi itu hanya dilakukan kalau saya tiba terlalu pagi atau tidak ada ongkos untuk ojek atau bajaj.  Untuk menyiasatinya saya sering menunggu teman-teman sekampus, tidak peduli senior atau junior, lumayan lah untuk patungan ongkos bajaj biar ngirit.  Kalau teman-teman lain akan lari terbirit-birit jika datang terlambat, saya santai saja berjalan, karena menurut hemat saya, berlari tidak akan mengganti waktu yang sudah lewat dan prinsip itu membuat teman-teman sekelas mengeluh dan mengatai saya anak autis…….hahahaha………..

Handphone atau pager wajib silent saat dikelas

Ini adalah peraturan yang menurut saya wajar dan sangat masuk akal, karena getar ataupun bunyi handphone yang saat itu masih monophonic cukup memekakan telinga.  Untungnya saya tidak punya alat tersebut dan tidak tertarik untuk memilikinya karena saat itu harganya cukup mahal  dan tidak terlalu penting juga.  Saya juga tidak malu-malu mengakui bahwa saya adalah satu satunya mahasiswi dikelas yang tidak mempunyai handphone karena memang saya tidak mampu membeli dan tidak melihat kegunaan yang luar biasa agar diperjuangkan untuk membeli.
 
Nah……itu sekilas peraturan di Akademi Sekretaris tempat saya mencari ilmu.  Semua saya lalui dengan easy going, tanpa beban dan prinsip cuek is the best.  Keseharian cukup dilalui dengan datang ke kampus, ikut kuliah hingga selesai dan pulang jika memang saatnya pulang.  Tidak pernah tertarik untuk aktif di kampus, ikut kompetisi ini dan itu ataupun ikut ekstrakulikuler yang menyita waktu.  

Sewaktu lulus pun saya tidak berniat melamar menjadi Sekretaris, semua aplikasi lamaran saya untuk posisi Front Desc, Operator Telpon, Receptsionist atau Administrasi, tetapi tidak disangka-sangka, saya diminta sebuah perusahaan untuk ikut tes lowongan posisi Sekretaris.  Diluar dugaan, perusahaan tersebut terkesan dengan kemampuan mengetik sepuluh jari yang saya kuasai sehingga beberapa lembar surat selesai dalam waktu sepuluh menit dengan kesalahan yang sangat minim.  Belum lagi penguasaan saya untuk microsoft office.  Karena saya lulus tes skill untuk posisi Sekretaris, jadilah saya bekerja sebagai Seorang Sekretaris.

Setelah saya menjalani selama enam bulan, ternyata saya cukup enjoy, menikmati dan merasa menguasai bidang tersebut, dan selanjutnya, bisa diduga bahwa akhirnya saya bertahan dengan posisi tersebut selama delapan tahun.

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Surat Keluhan Kepada Pihak Bank

Suka Duka jadi Sekretaris

Kenapa Kebanyakan Sekretaris itu Perempuan ???